Change Management Dalam Reformasi Birokrasi
Oleh:
Wiriyanto Aswir (Alumni Perdana SMAN Pintar, Mahasiswa Sospol UNRI)
TRIBUNNEWS.COM - Sejak reformasi ’98 mencapai puncaknya,sejumlah perubahan signifikan mulai bergulir.Ditandai dengan tuntutan kepada B.J.Habibie untuk dapat menggagas perubahan tersebut dalam kondisi masa yang tengah mengalami krisis multidimensi dalam perjalanannya.
Perubahan yang signifikan tadinya kini telah masuk ke semua elemen,terjadi pula di dalam tatanan pemerintahan .Pemerintah tidak saja harus mau dan bisa menerima kritik dan tuntutan tugas oleh reformasi ,dengan pemangkasan wewenang dan berbagai macam penambahan tugas baru pun ikut mewarnainya yang mana dalah hal ini pemerintah benar – benar harus dibawa dalam praktik good public governance (tata pemerintahan publik yang baik)dan juga clean government (pemerintah yang bersih),yang dalam untuk mencapainya benar-benarharus ada perubahan yang mendasar mencakup kelembagaan,sistem kerja,dan bahkan mind-set para pelakunya dari kalangan pejabat tinggi sampai ke karyawan (bawahan).
Reformasi yang oleh Qodri Aziz (2007) disebut sebagai “Tansformasi Birokrasi “ – sebenarnya dapat dianalogikan pada perubahan tingkat korporat (perubahan sektor swasta) yang tangah mengalami penurunan profityang bahkan tengah mendekati level “pailit/kebangkrutan” ,walau kita akui memang batasan antara korporat dan pemerintah tidaklah sama.Yang mana Korporat berorientasi kepada Profit ,bedanya,selain harus mendapatkan Profit ,pemerintah harus dapat menjamin pelayanan,keamanan,keteraturan,kemajuan bidang ekonomi, dan kesejahteraan rakyat sekaligus.
Namun,meskipun reformasi sudah berjalan 10 tahun ,dengan kemerdekaan lebih dari 60 tahun,kritik kinerja terhadap pemerintah dan birokrasi kita justeru semakin mengalir deras.Hal ini disamping oleh kinerja yang jelek,iklim keterbukaan dalam sistem saat ini yang memungkinkan individu dapat menyampaikan kritik secara luas yang terkadang cercaan.Menurut Qodri,salah satu penyebab belum terwujudnya reformasi adalah karena transformasi birokrasi memang belum terwujud secara riil.Reformasi total tidak akan terjadi sebelum dilakukan perbaikan kinerja birokrasi.Namun,perbaikan kinerja tersebut tidaklah cukup dilakukan secara Ad-hoc,parsial,atau setengah-setengah.Maka dari itulah konsep “change management”harus dipikirkan sebagai usaha mereformasi birokrasi secara mendasar,di dalam negara yang tengah mengalami krisis multidimensi yang mengancam dari semua lini.
Sebuiah konsep tentunya tidak akan banyak berarti tanpa penerapan yang riil ,karena hakikat dari konsep itu adalah upaya dan implementasi nyata akan keberadaannya.Begitu juga halnyadengan change management dalam birokrasi,dalam hal ini terdapat uraian ringkas mengenai langkah konkret upaya yang dalam hal ini untuk menerapkan konsep change management dalam birokrasi.
Change Management dalam Pembenahan Birokrasi
Meskipun lebih dikenal di dunia korporat ,konsep Change Management (CM)perlu di implementasikan di dalam dalam public governance.Untuk itu harus ada upaya pengendalian tanpa kompromiatau toleransi ,sebagai langkah awal.Hal ini mengisyaratkan bahwa pelaksanaannya harus sesuai dengan dengan target dan goals yang telah diputuskan,serta diiringi dengan sistem kendali multidimensi untuk mutu yang ketat.
Oleh karenanya konsep "reward and punishment" yang jelas sekali ditetapkan ,haris berjalan secara berkesinambungan ,tanpa putus,sehingga semua sanksi harus dapat ditegakkan:law enforcement.Jika memang dipandang perlu ,dapat di buat semacam tim/badan khusus untuk mengawalnya.
Change management harus diawali dengan blue print atau rencana induk (grand design) dan dikawal dengan payung hukum yaitu dengan dilandasi dengan Perpres,PP.jangan menggunakan UU karena didalamnya nmasih rawan terjadinya tarik ulur politik ,yang notabenenya akan memerlukan tawar-menawar kepentingan. Yang disebut-sebut sebagai grand design ini bisa juga berupa konseptualisasi yang lebih detil dari salah satu aspek RPJM Nasional yang sudah dimiliki,namun tetap difokuskan pada change management pada birokrasi pemerintahanyang implementasinya minimal harus mencakup :
1.Menghentikan pendarahan ( Stop the bleeding)
Adalah tindakan yang dilakukan dan atau yang tidak dilakukan yang dapatmengakibatkan kehancuran sistem kinerja birokrasi yang semakin parah.Ini ibaratkan pendarahan yangbila tidak disumbat akan menyebabkan penyakit yang semakin menggerogoti kesehatan badan.Dapat dilakukan dengan meninjau fee oleh birokrat,inefisiensi penggunaan anggaran,lemahnya komitmen pimpinan birokrasi sertya integritas yang cacat.
2.Stop Lemahnya Komitmen Pemimpin
Dalam hal kepemimpinan,Kelemahan komitment inilah yang merupakan pendarahan hebatnya.yang mana harus terwujud dalam hati seorang pemimpin kesadaran terhadap adanya krisis yang dahsyat yang akan membawa malapetakadan kesengsaraan sistematis terhadap anak cucu bila tidak segera diselesaikan.maka dari itu caranya antara lain membuat semua pejabatdan birokrat menjadi well-informed.semua pejabat harus diberikan informasi dan sosialisasi mengenai pentingn ya reformasi dalam melakukan komitmennya tadi.
3.Stop Inefisiens Penggunaan Anggaran
Tema utamanya adalah Penyumbatan inefisiensi dalam kerangka managemen .Disini sistem penganggaran yang berbasiskan kinerja harus benar0benar diterapkan.Masalah prosedur hendaknya juga jangan mengalahkan orientasi outcome.
4.stop pemberian dan poenerimaan komisi
Praktik cacat berupa penerimaan fee,tip,komisi,atau apapun namanya oleh birokrat( dari PNSdi level rendah sampai pejabat tinggi) dari pihak yang memperoleh jasa dari kerja birokrasi,walau sekadar “uang rokok” yang akan menimbulkan budaya “pamrih” dan “tak tau malu,bergerak bila ada upah” yang akan menimbulkan efek negatif sepeti bahwa jika tidak ada fee ,birokrasi tidak akan melayani dengan baik dan maksimal,serta diskriminasi dimana-mana pun tak mungkin terhindarkan.
5.Stop Glamournya fasilitas
Sampai kini belum ada standard yang jelas mengenai fasilitas pejabat eselon satu ke bawah.Ini mencakup hal yang berkaitan dengan hal yang tampak semacam Rumah dinas,kantormmobil,hingga hal hal detil seperti pakaian,ATK dsb.Hal ini perlu diperhatikan dan dibentuk aturan main yang jelas dan transparan supaya tidak ada lagi penyimpangan dilapangan walau hanya dalam bentuk budaya “cek kosong”
6.Stop pemekaran Birokrasi Akibat pemekaran Wilayah
Pemekaran wilayah adalah inefisiensi yang luar biasa dari sisi keuangan.bisa di cek berapa biayayang harus dikeluarkan untuk infrastruktur,gaji pegawai,fasilitas-fasilitas yang harus disediakan negara untuk tiap daerah tingkatnya.
Aneh bin ajaib ketika birokrasi negara maju semakin efisiens,namun birokrasi kita justru semakin membengkak.Ketika negara maju inginkan penerapan sistem “merger” kita justeru menggembar-gemborkan pemecahan kekuasaan yang menghasilkan raja raja kecil di tiap wilayahnya.
Maka daripada itu harus diterapkan segera pertaturan ketat bahwa tiap daerah pemekaran harus mampu bermandiri dan self-suffency ,maka sebelum diadakannya pemekaran wilayah harus sangat dipertimbangkan secara rasional kematangan dan kemampuan wilayah tersebut dalam mengelola kekuangan dan standar sumber pendapatan asli yang harus menjadi hal yang sangat urgent nantinya.
Seta kebiasaan Gaji-13 harus dievaluasi,baik dari tataran teknisnya,maupun potongan khusus oleh pemerintah daerah tersebut juga harus dikawal keberadaannya.
7.Profesionalisme,Integritas yang harus sellu di”doktrin”kan kepada tiap otak dari pada pejabat dan birokrat.
(Tulisan Ini sudah dipublish id.berita.yahoo.com/)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar